REDUKSI BESI(III) DENGAN CAHAYA


BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Fotokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari interaksi antara atom, molekul kecil, dan cahaya (atau radiasi elektromagnetik). Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, fotokimia menggunakan sistem satuan SI atau metrik. Unit dan konstanta yang sering dipergunakan antara lain adalah meter, detik, hertz, joule, mol, konstanta gas R, serta konstanta Boltzmann. Semua unit dan konstanta ini juga merupakan bagian dari bidang kimia fisik.
Tahun 1889 Heinrich Hertz menemukan bahwa ketika cahaya mengenai permukaann logam tertentu elektron ditolak. Gejala ini dinamakan efek fotolistrik dan fiturnya yang mencolok adalah bahwa emisi elektron hanya terjadi bila frekuensi cahaya masuk melebihi nilai ambang tertentu (Vo). Jika syarat ini terpenuhi maka banyaknya elektron yang dipancarkan bergantung pada intensitas cahaya masuk tetapi energi kinetik elektron yang dipancarkan bergantung pada frekuensi cahaya. Kebergantungan pada frekuensi tidak dapat dijelaskan oleh teori gelombang klasik, namun albert einstein menunjukkan bahwa hal ini yang sebenarnya dapat diharapkan dengan penafsiran radiasi partikel.[1] Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukanlah percobaan reduksi garam besi(III) dengan cahaya.


B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini yaitu bagaimana pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat ?

C.  Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat.


[1]Ralph H. Petrucci, dkk, General Chemistry principles and modern application, terj. Suminar Setiati Achmadi, Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan aplikasi moderen (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 278.




                BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.  Fotokimia
Fotokimia adalah ilmu yang mempelajari reaksi-reaksi kimia yang diinduksi oleh sinar secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi termal biasa yang berlangsung dalam gelap memperoleh energi pengaktifan melalui tumbukan antar molekul yang acak dan berurutan. Reaksi fotokimia menerima energi pengaktifannya dari penyerapan foton cahaya oleh molekul-molekulnya. Reaksi fotokimia memberikan kemungkinan selektivitas yang tinggi dan energi dari kuantum cahaya tepat sesuai reaksi tertentu saja. Jadi tahap pengaktifan dalam reaksi fotokimia cukup berbeda dari lebih selektif dibandingkan pengaktifan reaksi biasa (termal). Keadaan elektornik molekul yang tereksitasi mempunyai energi dan distribusi elektron yang berbeda dari keadaan dasar, sehingga sifat kimianya pun berbeda.[1]
Satu foton energi menabrak satu elektron yang melambung, yang menyerap energi foton. Jika energi foton lebih besar daripada energi yang mengikat elektron dari permukaan (kualitas yang dikenal sebagai energi kerja), maka satu fotoelektron dibebaskan. Jadi frekuensi cahaya paling rendah yang menghasilkan efek fotolistrik adalah frekuensi ambang dan energi berlebih apapun dari fungsi kerja muncul sebagai energi kinetik dalam fotoelektron yang dipancarkan.[2]
Reaksi kimia yang dihasilkan oleh cahaya dinamakan reaksi fotokimia, dimana foton sebagai reaktan dan dapat menyatakan pada persamaan kimia dengan lambang hv. Reaksi yang molekul ozonnya (O3) dihasilkan dari molekul oksigen (O2)yang dinyatakan sebagai berikut:[3]
O2 + hv     -->       O + O
O2 + O + M       -->      O3 + M
Dalam fotokimia terdapat dua hukum dasar. Menurut hukum yang pertama dari Grotthus (1817) dan Draper (1843), perubahan fotokimia hanya dapat ditimbulkan oleh cahaya yang diserap. Tampaknya hukum ini jelas sekali, tetapi perlu diketahui bahwa ada pengaruh lain yang tidak digambarkan oleh Grotthus dan Graper, yaitu radiasi yang tidak diserap tetapi dapat mendorong molekul tereksitasi untuk memancarkan sinar. Hukum kedua fotokimia yang diusulkan oleh Stark Einstein (1908-1912) menyatakan bahwa molekul yang menyerap satu kuantum sinar masuk menjadi teraktifkan.
A  +  hv       -->         A*
Bilangan Avogadro dari foton dinyatakan sebagai 1 “einstein”, seperti halnya dengan bilangan avogadro dari elektron yang disebut 1 “faraday”.[4]


B.     Besi
Besi adalah logam kedua yang melimpahnya, sesudah Al dan unsur keempat yang paling melimpah dalam kulit bumi. Besi murni cukup reaktif. Dalam udara lembap cepat teroksidasi memberikan besi (III) oksida hidrat (karat) yang tidak sanggup melindungi, karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru terbuka.[5]
Besi murni adalah logam berwarna putih perak, yang kukuh dan liat. Besi melebur pada 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi(II)  dan gas hidrogen.[6]
Fe + 2H+          -->            Fe2+     +          H2
Fe + 2HCl   -->     Fe2+     +          2Cl-      +    H2
Di dalam air, reaksi elektrokimia pasangan Fe(III)/Fe(II), misalnya Fe3+/Fe2+ dan Fe(CN)63- /Fe(CN)64- sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan parameter elektrokimia hasil pengukuran secara voltametri siklis, karena elektrokimia sistem ini merupakan reaksi elektrokimia cepat dengan proses transfer 1 elektron1). Pasangan ini menghasilkan ∆Ep atau Epa – Epc  sebesar 0,0592 V pada temperatur 25oC serta (Epa/Epc) = 1, sehingga reaksi elektrokimianya dianggap bersifat reversibel. Reaksi elektrokimia yang dimaksud di atas adalah:[7]  
Fe3+   +  e         -->           Fe2+                             Eo = 0,791 V (vs ENH)  (1)
Dan
Fe(CN)63-  +  e         -->                Fe(CN)64        Eo = 0,358V (vs.ENH)   (2)
Reaksi ion besi (II) dengan larutan kalium sianida, maka akan terbentuk endapan coklat kekuningan, besi (II) sianida yang larut dalam reagensia berlebihan, dimana diperoleh larutan kuning muda dari ion heksasianoferrat (II) ferosianida ([Fe(CN)6]4-). Reaksinya :
Fe2+ + 2CN-      -->           Fe(CN)2
Fe(CN)2    + 4CN-         -->           ([Fe(CN)6]4-)
Cuplikan kering yang mengandung alkali heksasianoferrat(II), terurai sewaktu dipijarkan menjadi besi karbida, alkali sianida dan nitrogen. Dengan melarutkan residu dalam asam, besi dapat dideteksi dalam larutan ini. Untuk reaksi ion besi(II) dengan larutan kalium heksasianoferrat(II) dalam keadaan tanpa udara akan terbentuk endapan putih kalium besi (II) heksasianoferrat. Reaksinya sebagai berikut :
Fe2+ + 2K+[Fe(CN)6]4-           -->              K2Fe[Fe(CN)6]
Pada kondisi atmosfer biasa, diperoleh suatu endapan biru muda. Untuk reaksi ion besi(II) dengan larutan kalium heksasianoferrat(III) diperoleh endapan biru tua. Mula-mula ion heksasianoferrat(III) mengoksidasi besi(II) menjadi besi(III), sehingga terbentuk heksasianoferrat(II). Reaksinya sebagai berikut :
Fe2+ + [Fe(CN)6]3-        -->           Fe3+ + [Fe(CN)6]4-
dan ion-ion ini bergabung menjadi endapan yang disebut biru Turnbull :
4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4-       -->        Fe4[Fe(CN)6]3
Perhatikan bahwa komposisi endapan ini adalah identik dengan biru Prusia. Dulu orang menyangka bahwa komposisinya adalah besi(II) heksasianoferrat(III) (Fe3[Fe(CN)6]2) karena itu namanya berlainan. Komposisi dan struktur yang identik dari biru Turnbull dan biru Prusia, baru-baru ini telah dibuktikan dengan spektroskopi Mossbauer. Endapan ini diuraikan oleh larutan natrium dan kalium hidroksida (NaOH/KOH) dimana besi (III) hidroksida mengendap.[8]
Suatu ciri khas logam transisi yang patut diperhatikan adalah bahwa kebanyakan logam ini cenderung untuk memperlihatkan beberapa keadaan oksidasi. Ini berlawanan dengan logam alkali dan alkali tanah (gugus IA dan IIA), yang masing-masing membentuk kation dengan muatan 1+ dan 2+ saja. Besi merupakan contoh yang baik dari logam yang sedang-sedang aktifnya yang direduksi dengan monoksida. Oksida besi yang umum Fe2O3 direduksi menjadi unsurnya dalam serangkaian tahap:[9]
3Fe2O3     +  CO              -->             2Fe2O4   +  CO2
3Fe2O3     +  CO              -->             2Fe3O4   +  CO2
Fe3O4        +  CO          -->               3FeO   +  C


[1]Robert A. Alberty, Physical Chemistry, terj. Surdia, dkk. Kimia Fisika (Jakarta: Erlangga, 1981), h. 219.

[2] Ralph H. Petrucci, dkk, General Chemistry principles and modern application, terj. Suminar Setiati Achmadi, Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan aplikasi moderen, h. 281
[3] Ralph H. Petrucci, dkk, General Chemistry principles and modern application, terj. Suminar Setiati Achmadi, Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan aplikasi moderen, h. 278
[4]Robert A. Alberty, Physical Chemistry, terj. Surdia, dkk. Kimia Fisika, h. 219.
[5]F. Albert  Cotton dan Geoffrey Wilkinson, Basic Inorganic Chemistry, terj. Sahati Suharto, Kimia Anorganik Dasar (Jakarta: UI-Press, 1989), h. 462.
[6]G. Svehla, Textbook Of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic. terj. Setiono dan Hadyana Pujaatmaka, Analysis Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, h. 257.
[7]Buchari, “Studi Elektrokimia Sistem Fe(III)/Fe(II) dalam Lelehan KOH secara Voltametri Siklis”. Jurnal Matematika dan Sains 9 No. 1 (2004), h. 193.
[8]G. Svehla, Textbook Of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, terj. Setiono dan Hadyana Pujaatmaka. Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, h. 257-259.
[9]Harper dan Row, General College Chemistry, terj. Aloysius Hadyana Pudjaatnaka, Kimia Untuk Universitas (Jakarta: Erlangga, 1984), h. 167-181.

BAB III

METODE PENELITIAN

A.  Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal          :  Kamis / 22 Mei 2014
Pukul                        :  08.00 – 10.00 WITA
Tempat                     : Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar

B.   Alat dan Bahan
1.    Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu gelas kimia 250 ml, pipet volume 25 mL, pipet skala 5 mL, stopwatch, bulp, botol semprot, batang pengaduk, pinset, gunting, piring, dan keping kaca.                          
2.    Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aquadest (H2O), asam klorida (HCl) 0,1 M, asam oksalat (C2H2O4) 0,2 M, besi (III) klorida (FeCl3) 0,2 M, diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) 0,2 M, kalium bikromat (K2Cr2O7) 0,03 M, kalium heksasianoferat (K3Fe(CN)6) 0,1 M, kertas kalkir, kertas saring, selotip, tinta cina dan tissu.

C.  Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada prcobaan ini yaitu mencampurkan 25 mL besi (III) klorida (FeCl3) 0,2 M dengan 5 mL diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) 0,2 M, dan menghomogenkannya. Mencampurkan kembali dengan asam oksalat (C2H2O4) 0,2 M 25 mL. Mencelupkan kertas saring 6 buah yang berukuran persegi ke dalam larutan tersebut dan dilakukan dalam ruang gelap dan mengeringkan semalam kertas kalkir dalam ruang gelap. Meletakkan kertas kalkir yang mempunyai gambar diatas setiap kertas peka dan dijepit dengan kedua keping kaca, lalu menjemurnya disinar matahari dengan masing-masing waktu 5menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit. Mencelupkan setiap kertas peka yang telah dijemur berturut-turut dalam larutan kalium heksasianoferat (K3Fe(CN)6) 0,1 M, kalium bikromat (K2Cr2O7) 0,03 M, asam klorida (HCl) 0,1 M, aquadest (H2O) dan mengamati perubahan yang terjadi.

BAB IV
                                                       HASIL DAN PEMBAHASAN         

A.   Hasil Pengamatan
1.    Tabel Pengamatan
Tabel 4.1 Waktu Penyinaran

   2. Reaksi


B.    Pembahasan
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu mencampurkan besi (III) klorida dengan diamonium fosfat dalam ruang gelap agar larutan tidak tereduksi karena adanya sinar yang mempengaruhi proses reduksi Fe3+ menjadi besi Fe2+. Besi (III) klorida (FeCl3) berfungsi sebagai pengoksidasi dan juga sebagai sampel yang menghasilkan ion Fe3+. Sementara diamonium hidrofosfat [(NH4)2HPO4] berfungsi sebagai zat yang memperlambat terjadinya reaksi reduksi Fe3+ karena Fe3+ akan bereaksi dengan PO43-  membentuk FePO4 dengan ikatan yang stabil sehingga membutuhkan energi yang besar untuk mereduksi Fe3+. Mencampurankan besi (III) klorida (FeCl3) dan diamonium hidrofosfat [(NH4)2HPO4], dicampur dengan asam oksalat (H2C2O4) yang berfungsi sebagai reduktor yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+,  memasukkan 8 kertas saring dalam campuran larutan hingga seluruh permukaannya terendam dan mengeringkanya dalam kamar gelap selama semalam hingga campuran larutan dapat menyerap.
Menggambar objek di atas kertas kalkir dengan menggunakan tinta cina karena tinta cina memiliki partikel yang sangat rapat sehingga cahaya tidak bisa menembus yang menyebabkan tidak terjadinya reduksi, tinta cina juga bersifat mudah meresap pada kertas kalkir. Kertas kalkir yang berisi tulisan atau objek diletakkan di atas kertas peka kemudian dijepit dengan dua pelat kaca, dimana pelat kaca untuk menghindari pengaruh dari sinar matahari yangb langsung pada objek dan kertas peka sehingga objek yang dihasilkan nampak dengan jelas pada hasil akhir. Menyinari rangkaian tersebut agar pemindahan gambar dapat berlangsung dengan baik. Memasukkan kertas peka ke dalam larutan kalium heksasianoferat (III) [K3Fe(CN)6] 0,1 M yang berfungsi untuk memperjelas tulisan objek yang terdapat pada kertas peka yang membentuk kompleks berwarna biru hal ini membuktikan terjadinya reduksi Fe3+ menjadi besi Fe2+, kertas peka dicuci kembali dengan kalium bikromat berfungsi untuk menghilangkan kotoran dari ion heksasianoferat (III) dan juga mengikat kelebihan ion heksasianoferat (III) yang digunakan dan dicuci lagi dengan asam klorida (HCl) berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kertas yang mengganggu proses percetakan, mencuci dengan aquadest berfungsi memperjelas tulisan dari kertas peka, lalu kertas dikeringankan agar hasil cetakan terlihat jelas.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka percobaan berdasarkan teori, dimana penyinaran kertas peka dengan cahaya diperoleh warna biru pada kertas peka pada masing-masing waktu sinar 5, 10, 15 dan 20 menit pertama dengan tulisan yang jelas. Penyinaran kedua pada masing-masing waktu sinar 5, 10, 15 dan 20 menit  juga terbentuk warna biru pada kertas peka tetapi kurang jelas, hal ini karena campuran larutan telah tereduksi dan proses pencucian yang kurang baik sehingga pada kertas peka masih terdapat banyak ion heksasianoferrat (III) sehingga menyebabkan kertas peka menjadi berwarna biru prusi.

BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan dalam percobaan ini yaitu pengaruh cahaya terhadap proses reduksi garam besi (III) oksalat menandakan terbentuknya warna biru  pada kertas saring setelah ditambahkan kalium heksasianoferrat (III).

B.  Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan selanjutnya menggunakan tinta pulpen untuk membandingkan cetakan warna tinta cina.

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, Robert A. Physical Chemistry. terj. Surdia, dkk., Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga, 1981.
Buchari, “Studi Elektrokimia Sistem Fe(III)/Fe(II) dalam Lelehan KOH  secara Voltametri Siklis”. Jurnal Matematika dan Sains 9 No. 1 (2004), h. 193-197.
Harper dan Row, General College Chemistry. terj. Aloysius Hadyana Pudjaatnaka, Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga, 1984.
Ralph H. Petrucci, dkk. General Chemistry principles and modern application. terj. Suminar Setiati Achmadi. Kimia Dasar Prinsip-prinsip dan aplikasi moderen. Jakarta: erlangga, 2011.
Svehla G. Textbook Of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, terj. Setiono dan Hadyana Pujaatmaka, Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka, 1985.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANODASI ALUMINIUM - LAPORAN PRAKTIKUM

LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERI